
Merugikan, Peredaran Rokok Ilegal Berpotensi Kurangi Pendapatan Negara
Wonosobo,(wonosobo.sorot.co)--Penerimaan negara dari sektor pajak cukup signifikan dibandingkan dari pajak lainnya, baik yang dikenakan terhadap barang etil alkohol atau etanol, minuman mengandung etil alkohol, hasil tembakau sigaret, cerutu, rokok daun tis dan pengolahan tembakau lainnya.
Dikutip dari CNBC Indonesia, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia mencatat realisasi pemasukan ke negara dari cukai hasil tembakau (CHT) sejak 1 Januari sampai 14 Desember 2022 mencapai Rp198,02 triliun, atau meningkat 4,9 persen dibandingkan tahun lalu sebesar Rp188,81 triliun.
Pertumbuhan ini bagian dari efek kebijakan kenaikan tarif rata-rata tertimbang, dari Rp 614 menjadi Rp 679 per batang pada 2022 atau meningkat 10,7 persen. Selain itu juga karena didukung dengan semakin gencarnya penindakan terhadap peredaran rokok illegal.
Cukai rokok yang meningkat dengan diikuti naiknya harga rokok dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi rokok di masyarakat. Dimana cukai tiap batang yang dibebankan pada perokok adalah Rp 800 untuk rokok kategori biasa dan Rp 900 untuk kategori rokok putih. Selain itu, Kementerian Keuangan juga merencanakan untuk menaikkan tarif cukai sigaret, dengan rata-rata sebesar 10 persen pada 2023-2024.
Kenaikan ini dilakukan untuk mendukung target penurunan prevalensi merokok anak, mengingat saat ini perokok di Indonesia mencapai 33,8 persen dari jumlah penduduk, sehingga dengan naiknya cukai diharapkan mampu mengendalikan konsumsi rokok menjadi 33,2 persen.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Wonosobo, Junaedi menjelaskan, bahwa khusus penerimaan pajak dari cukai hasil tembakau sebagian dikembalikan kepada daerah, dimana tahun 2023 ini untuk Kabupaten Wonosobo naik dari 2 persen menjadi 3 persen, yaitu Rp 17,143 miliar lebih. Jumlah itu lebih besar jika dibandingkan tahun 2022 yang hanya Rp 13.34 miliar.
"Ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD)," jelasnya.
Peningkatan ini, lanjutnya, seiring dengan peningkatan realisasi penerimaan CHT. DBH CHT sendiri, katanya, digunakan untuk mendanai lima program, yaitu peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan pemberantasan barang kena cukai ilegal. 
"Hal ini juga sebagai upaya meningkatkan dukungan terhadap para petani dan buruh serta buruh tembakau maupun buruh rokok," ungkapnya.
Dengan besaran persentase alokasi DBH CHT Kabupaten Wonosobo tahun 2023, sektor kesehatan mendapatkan alokasi 40 persen. Kesejahteraan masyarakat 50 persen dengan rincian 20 persen untuk peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja serta pembinaan industri dan yang 30 persen untuk pemberian bantuan. Sementara untuk penegakan hukum mendapatkan alokasi 10 persen.
Terkait rokok illegal, Pejabat Fungsional Bea Cukai Ahli Pertama Kantor Magelang, Siswanto menyampaikan, bahwa setidaknya ada empat ciri-ciri yang perlu diketahui masyarakat agar waspada dengan adanya rokok ilegal. Ciri pertama adalah bungkus rokok polos tanpa adanya pita cukai, kedua rokok yang dijual dengan pita cukai palsu, ketiga rokok dijual dengan pita cukai bekas, dimana setiap perusahaan rokok punya personalisasi masing-masing dalam pemberian pita cukai.
"Ciri yang keempat adalah pita cukai salah peruntukan, misal pita cukai sigaret kretek mesin (SKM) atau sigaret kretek tangan (SKT) yang harganya rendah, ditempel ke rokok SKM atau SKT yang harganya tinggi," jelasnya.
Lebih lanjut, sebagaimana Pasal 56 Undang-undang (UU) No. 39 tahun 2007 tentang Bea Cukai, bagi penjual rokok ilegal dapat terkena hukuman pidana minimal 12 bulan penjara dan maksimal lima tahun penjara serta denda dua sampai sepuluh kali lipat nilai cukai rokok yang dijual.
Selain itu, ada beberapa sanksi penjual rokok ilegal, yaitu penjual rokok polos bisa di pidana penjara 1 sampai 5 tahun dan denda 2 sampai 10 kali nilai cukai. Untuk rokok dengan pita cukai palsu dapat terkena pidana penjara 1 sampai 8 tahun dan denda 10 sampai 20 kali nilai cukai. Untuk rokok dengan pita cukai bekas dapat pidana penjara 1 sampai 8 tahun dan denda 10 sampai 20 kali nilai cukai. Untul yany terakhir, yaitu rokok dengan pita cukai bukan peruntukan bisa terkena pidana penjara 1 sampai 5 tahun dan atau denda 2 sampai 10 kali nilai cukai.