
Turun 5,4 Persen, Kasus Stunting di Wonosobo Tak Lagi Tertinggi Se-Jateng
Wonosobo,(wonosobo.sorot.co)--Prevalensi angka stunting di Kabupaten Wonosobo pada tahun 2022 mengalami penurunan menjadi 22,7 persen dari 28,1 persen pada tahun 2021. Data tersebut berdasarkan survei status gizi Indonesia tingkat Provinsi Jawa Tengah.
Penurunan sebanyak 5,4 persen tersebut membuat Kabupaten Wonosobo tidak lagi menjadi kabupaten dengan angka stunting tertinggi di Jawa Tengah, tetapi turun menduduki peringkat 12 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah.
Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat mengungkapkan, bahwa penurunan angka stunting ini merupakan capaian yang membanggakan. Hasil ini, katanya, adalah buah kerja keras dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, stakeholder dan masyarakat.
Stunting bukan hal sepele, ini menyangkut nasib masa depan Wonosobo dan bangsa Indonesia. Mari kita perkuat kolaborasi agar Wonosobo Zero Stunting,” harapnya, Rabu (08/02/2022).
Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKBPPPA) Kabupaten Wonosobo, Dyah Retno Sulistyowati menambahkan, capaian ini memberi semangat dan energi positif atas segala upaya penanganan dan pencegahan stunting di Wonosobo. Terlebih saat ini Kabupaten Wonosobo sudah tidak lagi menduduki peringkat pertama dengan angka stunting tertinggi di Jawa Tengah. 
Menurut Dyah, penurunan stunting berdasar SSGI berbanding lurus dengan penurunan stunting berdasar aplikasi elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPBGM). Capaian ini tentu tidak terlepas dari dukungan kuat Bupati dan Wakil Bupati yang senantiasa memberikan arahan dan dorongan mengatasi stunting di Wonosobo. Hasil ini juga buah dari kolaborasi semua perangkat daerah dan mitra yang ada, baik organisasi perempuan, PKK, BUMN, BUMD serta masyarakat dunia usaha.
Tahun 2023 ini kita semakin mempererat kerjasama antar stakeholder untuk menurunkan angka stunting, utamanya pada ibu hamil sebagai focus of interest atau pusat perhatian. Sehingga saat hamil, diharapkan ibu dan janin selalu sehat dan tidak kekurangan gizi yang pada akhirnya akan melahirkan anak yang tidak berpotensi stunting,” ungkapnya.
Selain ibu hamil, lanjutnya, yang juga perlu diperhatikan adalah menyiapkan remaja yang sehat baik laki-laki maupun perempuan lahir dan batin. Sehingga saat memasuki usia perkawinan semuanya sudah siap. Hal tersebut cukup efektif memutus mata rantai stunting di Wonosobo.
Tingginya angka stunting berbanding lurus dengan tingginya angka kemiskinan. Jika kemiskinan turun maka stunting juga akan turun,” tandasnya.
Senada dengan Dyah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo, Riyatno mengungkapkan, walau masih ada selisih data terkait capaian penurunan stunting berdasar SSGI dengan EPPGBM yang berkisar 8 persen, tren penurunan stunting di Wonosobo cukup signifikan. Capaian ini adalah hasil kolaborasi lintas sektoral baik Dinkes, PPKBPPPA, TP PKK, desa, kecamatan dan beberapa pihak terkait lainnya.
Kami melakukan penanganan sensitif atau berusaha menanggulangi masalah di lingkungan utamanya ibu hamil, selain itu juga melakukan penanganan spesifik atau melakukan pencegahan dengan pemberian makanan tambahan dan pemberian tambah darah, jelasnya.
Riyatno juga menyampaikan, bahwa di bulan Februari 2023 ini akan diadakan penimbangan serentak untuk memantau perkembangan angka stunting, setelah akhir tahun kemarin ada pemberian Makanan Tambahan (PMT).
Harapannya seperti capaian tahun kemarin, ketika hasil penimbangan serentak pada bulan Februari 2022 mencatat angka 19,7 persen setelah ada intervensi dan terjadi penurunan angka stunting di bulan Agustus menjadi 14,7 persen.
Kegiatan yang akan dilakukan untuk percepatan penurunan angka stunting antara lain dengan penambahan anggaran utamanya program PMT, pemenuhan penyediaan sarana penimbangan yang valid, penyediaan sarana USG di setiap Puskesmas dan menggerakkan semua kader untuk membebaskan Wonosobo dari buang air sembarangan,” pungkasnya.